Menjemput yang Tertinggal, Mengemaskan yang Tercecer, Mengingatkan yang Terlupa " ELING LAN WASPADA"

widgeo.net

Selasa, 02 Agustus 2011

SEJARAH KERAJAAN DAHA

Sejarah Pemerintahan di Kalimantan Selatan diperkirakan dimulai ketika berdiri Kerajaan Tanjung Puri sekitar abad 5-6 Masehi. Kerajaan ini letaknya cukup strategis yaitu di Kaki Pegunungan Meratus dan di tepi sungai besar sehingga di kemudian hari menjadi bandar yang cukup maju. Kerajaan Tanjung Puri bisa juga disebut Kerajaan Kahuripan, yang cukup dikenal sebagai wadah pertama hibridasi, yaitu percampuran antarsuku dengan segala komponennya. Setelah itu berdiri kerajaan Negara Dipa yang dibangun perantau dari Jawa.
Pada abad ke 14 muncul Kerajaan Negara Daha yang memiliki unsur-unsur Kebudayaan Jawa akibat pendangkalan sungai di wilayah Negara Dipa. Sebuah serangan dari Jawa menghancurkan Kerajaan Dipa ini. Untuk menyelamatkan, dinasti baru pimpinan Maharaja Sari Kaburangan segera naik tahta dan memindahkan pusat pemerintahan ke arah hilir, yaitu ke arah laut di Muhara Rampiau. Negara Dipa terhindar dari kehancuran total, bahkan dapat menata diri menjadi besar dengan nama Negara Daha dengan raja sebagai pemimpin utama. Negara Daha pada akhirnya mengalami kemunduran dengan munculnya perebutan kekuasaan yang berlangsung sejak Pangeran Samudra mengangkat senjata dari arah muara, selain juga mendirikan rumah bagi para patih yang berada di muara tersebut.
Pemimpin utama para patih bernama MASIH. Sementara tempat tinggal para MASIH dinamakan BANDARMASIH. Raden Samudra mendirikan istana di tepi sungai Kuwin untuk para patih MASIH tersebut. Kota ini kelak dinamakan BANJARMASIN, yaitu yang berasal dari kata BANDARMASIH.
Kerajaan Banjarmasin berkembang menjadi kerajaan maritim utama sampai akhir abad 18. Sejarah berubah ketika Belanda menghancurkan keraton Banjar tahun 1612 oleh para raja Banjarmasin saat itu panembahan Marhum, pusat kerajaan dipindah ke Kayu Tangi, yang sekarang dikenal dengan kota Martapura.
Awal abad 19, Inggris mulai melirik Kalimantan setelah mengusir Belanda tahun 1809. Dua tahun kemudian menempatkan residen untuk Banjarmasin yaitu Alexander Hare. Namun kekuasaanya tidak lama, karena Belanda kembali.
Babak baru sejarah Kalimantan Selatan dimulai dengan bangkitnya rakyat melawan Belanda. Pangeran Antasari tampil sebagai pemimpin rakyat yang gagah berani. Ia wafat pada 11 Oktober 1862, kemudian anak cucunya membentuk PEGUSTIAN sebagai lanjutan Kerajaan Banjarmasin, yang akhirnya dihapuskan tentara Belanda Melayu Marsose, sedangkan Sultan Muhammad Seman yang menjadi pemimpinnya gugur dalam pertempuran. Sejak itu Kalimantan Selatan dikuasai sepenuhnya oleh Belanda.
Daerah ini dibagi menjadi sejumlah afdeling, yaitu Banjarmasin, Amuntai dan Martapura. Selanjutnya berdasarkan pembagian organik dari Indisch Staatsblad tahun 1913, Kalimantan Selatan dibagi menjadi dua afdeling, yaitu Banjarmasin dan Hulu Sungai. Tahun 1938 juga dibentuk Gouverment Borneo dengan ibukota Banjarmasin dan Gubernur Pertama dr. Haga.
Setelah Indonesia merdeka, Kalimantan dijadikan propinsi tersendiri dengan Gubernur Ir. Pangeran Muhammad Noor. Sejarah pemerintahan di Kalimanatn Selatan juga diwarnai dengan terbentuknya organisasi Angkatan Laut Republik Indonesia ( ALRI ) Divisi IV di Mojokerto, Jawa Timur yang mempersatukan kekuatan dan pejuang asal Kalimantan yang berada di Jawa.
Dengan ditandatanganinya Perjanjian Linggarjati menyebabkan Kalimantan terpisah dari Republik Indonesia. Dalam keadaan ini pemimpin ALRI IV mengambil langkah untuk kedaulatan Kalimantan sebagai bagian wilayah Indonesia, melalui suatu proklamasi yang ditandatangani oleh Gubernur ALRI Hasan Basry di Kandangan 17 Mei 1949 yang isinya menyatakan bahwa rakyat Indonesia di Kalimantan Selatan memaklumkan berdirinya pemerintahan Gubernur tentara ALRI yang melingkupi seluruh wilayah Kalimantan Selatan. Wilayah itu dinyatakan sebagai bagian dari wilayah RI sesuai Proklamasi kemerdekaaan 17 agustus 1945. Upaya yang dilakukan dianggap sebagai upaya tandingan atas dibentuknya Dewan Banjar oleh Belanda.
Menyusul kembalinya Indonesia ke bentuk negara kesatuan kehidupan pemerintahan di daerah juga mengalamai penataaan. Di wilayah Kalimantan, penataan antara lain berupa pemecahan daerah Kalimantan menjadi 3 propinsi masing-masing Kalimantan Barat, Timur dan Selatan yang dituangkan dalam UU No.25 Tahun 1956.
Berdasarkan UU No.21 Tahun 1957, sebagian besar daerah sebelah barat dan utara wilayah Kalimantan Selatan dijadikan Propinsi Kalimantan Tengah. Sedangkan UU No.27 Tahun 1959 memisahkan bagian utara dari daerah Kabupaten Kotabaru dan memasukkan wilayah itu ke dalam kekuasaan Propinsi Kalimantan Timur. Sejak saat itu Propinsi Kalimantan Selatan tidak lagi mengalami perubahan wilayah, dan tetap seperti adanya. Adapun UU No.25 Tahun 1956 yang merupakan dasar pembentukan Propinsi Kalimantan Selatan kemudian diperbaharui dengan UU No.10 Tahun 1957 dan UU No.27 Tahun 1959.

Kerajaan Negara Daha
Kerajaan Negara Daha adalah sebuah kerajaan Hindu (Syiwa-Buddha)yang pernah berdiri di Kalimantan Selatan kira-kira sejaman dengan kerajaan Islam Giri Kedaton. Pusat pemerintahan/ibukota kerajaan ini berada di Muhara Hulak/kota Negara (kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan), sedangkan bandar perdagangan dipindahkan dari pelabuhan lama Muhara Rampiau (sekarang Marampiau) ke pelabuhan baru pada Bandar Muara Bahan (sekarang kota Marabahan, Barito Kuala).
Kerajaan Negara Daha merupakan kelanjutan dari Kerajaan Negara Dipa yang saat itu berkedudukan di Kuripan/Candi Agung, (sekarang kota Amuntai, Hulu Sungai Utara). Pemindahan ibukota dari Kuripan adalah untuk menghindari bala bencana karena dianggap sudah kehilangan tuahnya. Pusat pemerintahan dipindah ke arah hilir sungai Negara (sungai Bahan) menyebabkan nama kerajaan juga berubah sehingga disebut dengan nama yang baru sesuai letak ibukotanya yang ketiga ketika dipindahkan yaitu Kerajaan Negara Daha.
Raja Negara Daha
Maharaja Sari Kaburangan/Raden Sakar Sungsang/Panji Agung Rama Nata/Ki Mas Lalana putera Putri Kalungsu, ratu terakhir Negara Dipa
Maharaja Sukarama/Raden Paksa, kakek dari Sultan Suriansyah (Sultan Banjar I)
Maharaja Pangeran Mangkubumi
Maharaja Pangeran Tumenggung/Raden Panjang
Wilayah pengaruh kerajaan ini meliputi propinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, sebelah barat berbatasan dengan Kerajaan Tanjungpura, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Kerajaan Kutai Kartanegara.
Islam datang ke daerah ini dari Giri diperkirakan di masa Maharaja Sari Kaburangan (Raden Sekar Sungsang) yang pernah merantau ke pulau Jawa dan disana telah memiliki anak bernama Raden Panji Sekar yang menikahi putri dari Sunan Giri kemudian bergelar Sunan Serabut. Tetapi Islam baru menjadi agama negara pada tahun 1526 di masa kekuasaan Pangeran Samudera (Sultan Suriansyah). Aksara Arab-Melayu telah digunakan sebelum berdirinya Kesultanan Banjar.
Karena kemelut di Kuripan/Negara Dipa, beberapa tumenggung melarikan diri ke negeri Paser di perbatasan Kerajaan Kutai Kartanegara dan kemudian mendirikan Kerajaan Sadurangas di daerah tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar